Minggu, 22 November 2015

Memburuknya Hubungan China dengan Turki karena ketegangan di Suku Etnis Uighur



Memburuknya Hubungan China dengan Turki karena ketegangan di Suku Etnis Uighur

Pada tanggal 9 Juli 2015, telah terjadi protes besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Turki terhadap perlakuan pemerintah China kepada kaum muslim dari suku etnis Uighur. Selama 10 hari terakhir sentiment anti-China meningkat di Turki. Demonstran di Turki membakar bendera China, menyerang sejumlah restoran China, bahkan mereka juga menyerang para turis-turis yang disangka berasal dari China. Protes tersebut dimulai karena adanya laporan bahwa umat Muslim dari suku Urghi di China dilarang berpuasa selama bulan Ramadhan serta dilarang melakukan kewajiban beragama lainnya. Etnis Uighur dari wilayah barat China memang berasal dari rumpun etnis dan memilki ikatan budaya serta agama yang kuat dengan Turki. Namun, hal itu dibantah oleh pemerintah China, dimana ia mengatakan bahwa mereka menghormati kebebasan beragama umat muslim dan tuduhan bahwa sejumlah aktivitas beragama dilarang sangat bertentangan dengan fakta yang dibesar-besarkan oleh media Barat. Akan tetapi, pernyataan pemerintah China tersebut tidak mampu meredam kemarahan warga Turki.
Dalam hal ini, pemerintah China lalu memberikan himbauan bagi warga negaranya yang bepergian ke Turki dan memberikan peringatan kepada mereka agar menjauh dari demonstrasi serta tidak merekam apa yang sedang terjadi. Namun, dari pemerintah Turki memberikan pernyataan bahwa kemananan semua Turis yang datang ke Turki merupakan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah tidak akan menoleransi kekerasan apapun. Namun, segala bentuk demonstrasi besar-besaran yang dilakukan masyarakat Turki tidak menghalangi para Turis yang pergi kesana. Ia menganggap bahwa hal itu merupakan protes biasa, dan tidak menghilangkan persepsi meraka tentang masyarakat Turki ynag ramah.
Menurut penulis, apa yang telah dilakukan oleh para demonstran di Turki merupakan bentuk kekecewaan terhadap pemerintah China dan bentuk kepedulian terhadap kaum muslim suku Uighur. Pernyataan yang dikatakan oleh pemerintah China tentang bahwa negara menghormati kebebasan beragama, seolah hanyalah bentuk untuk menjaga dan memperbaiki citra baiknya di mata dunia. China merupakan negara yang sangat berkembang pesat, negara yang maju, negara yang dianggap mampu menjadi kekuatan dunia, namun China bukan negara yang memiliki toleransi beragama yang tinggi. Keotoriteran pemerintah China memberikan ancaman bagi warga negaranya sendiri. Semua harus diatur oleh pemerintah negara, tidak ada kebebasan yang diterima oleh sebagian warga negaranya, terutama kaum minoritas yang mendiami China seperti kaum Muslim di suku Uighur.
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh salah satu berita kepada seorang muslim yang pernah tinggal di suku Uighur China yang akhirnya pindah ke Turki pada Desember 2014, ia menceritakan tentang peraturan-peraturan yang ketat yang diberikan pemerintah China terhadap masyarakat muslim suku Uighur. Beberapa peraturan tersebut diantaranya melarang perempuan untuk memakai jilbab, anak-anak dibawah usia 18 tahun dilarang pergi ke masjid, pasangan yang menikah harus mengajukan permohonan kepada pemerintah dan tidak boleh dinikahkan oleh imam, serta hanya pria dewasa Uighur yang boleh memelihara jenggot. Bahkan, dia juga menceritakan bahwa ia pernah diinterogasi oleh apat China tentang segala hal yang berkaitan dengan Islam. Setelah itu, apparat China menahannya beserta keluarganya di penjara. Anaknya yang berumur 10 tahun dan keempat temannya pun juga ikut ditahan oleh arapat China. Begitu bebas, ia kemudian pergi ke Turki bersama keluarganya melewati Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Malaysia.
Dengan adanya peraturan-peraturan yang diberikan oleh pemerintah China, penulis berpendapat bahwa itu sangatlah tidak adil bagi kaum Muslim. Dalam konstitusi China, memang terdapat pasal yang menyebutkan tentang kebebasan warga negara dalam memiliki keyakinan dan tidak ada yang berhak mengatur keyakinan tersebut. namun, itu seolah hanya formalitas semata dan tidak menjadi dasar terhadap perlakuan pemerintah. Apa yang dilakukan oleh pemerintah China tersebut seolah-olah adalah suatu cara untuk menghilangkan penduduk  muslim dari China. Pemerintah China seperti sangat menentang adanya islam, sangat menolak adanya islam. Memang China terkenal dengan sebuah negara yang Atheisme, dimana warga negaranya tidak memilki kepercayaan. Maka dari itu, pemerintah China terus melakukan perlakuan diskriminatif serta memberi ancaman dan peraturan-peraturan yang ketat terhadap kaum muslim di Uighur. Hal itu dilakukan agar kaum muslim Uighur merasa ketakutan, sehingga mereka harus dihadapkan kepada pilihan, mau mematuhi peraturan pemerintah China atau pergi dari negara China.
Akan tetapi, pemerintah China tidak akan dengan mudah membiarkan masyarakatnya pergi. Itu karena di wilayah Xinjiang, tempat dimana mayoritas kaum muslim suku Uighur tinggal, terdapat banyak sumber daya alam melimpah yang menjadi salah satu kekuatan negara China. Sumber daya alam tersebut diantaranya ada batu bara, minyak, dan gas alam dimana sumber daya alam tersebut banyak diolah oleh masyarakat suku Uighur. Sumber daya alam tersebut yang mejadi salah satu bahan ekspor ke negara lain, serta menjadi sumber penghidupan masyarakat negara China. Apabila pemerintah China membiarkan penduduk suku Uighur meninggalkan China, maka tidak ada lagi yang mengolah sumber daya alam tersebut, sehingga hal itu menjadi ancaman bagi pemasukan ekonomi negara.
Menurut penulis, apa yang dilakukan pemerintah China mungkin juga merupakan cara untuk menyatukan perbedaan-perbedaan warga negaranya. Namun, apabila harus memberikan ancaman kepada salah satu kelompok masyarakat, hal itu merupakan cara yang salah. Dengan cara itu, bisa menyebabkan pergolakan dari kelompok yang mengami perlakuan disriminatif tersebut. Bahkan, hal itu bisa menjadi ancaman pemerintah China apabila terjadi pemberontakan besar-besaran dan didukung oleh negara lain, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Turki untuk membantu kaum Muslim suku Uighur. Selain itu, China juga bisa dipandang negatif oleh negara lain, khususnya negara mayoritas muslim apabila terus memberikan ancaman terhadap kaum muslim di negaranya. Hal ini bisa mengancam hubungan kerjasama diplomatik China dengan negara lain yang memiliki masyarakat mayoritas muslim, apabila perlakuan diskriminatifnya terhadap suku Uighur tidak dihentikan. Karena sesungguhnya, setiap pemerintah negara harus berlaku adil terhadap warga negaranya, tidak peduli perbedaan yang ada, dan disitulah akan terbentuk kesatuan yang tersususun dari beragam perbedaan sehingga dapat menjadi kekuatan negara tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar